Udara sejuk Moncong Sipolong di Bissoloro, Kabupaten Gowa, pagi itu terasa berbeda. Kabut tipis menyelimuti perkemahan, sementara suara tawa para peserta memecah sunyi di antara pepohonan. Di tengah alam yang masih perawan itu, DPK KEPMI BONE Latenriruwa periode 2025/2026 kembali menorehkan kisahnya lewat kegiatan Camping Ceria “Makkemah”, bukan sekadar rekreasi, tetapi ruang belajar dan refleksi tentang arti kebersamaan.
Makna di Balik “Makkemah”
Bagi sebagian orang, berkemah mungkin hanya tentang mendirikan tenda dan menikmati keindahan alam. Namun bagi kader KEPMI Bone Latenriruwa, Makkemah memiliki makna yang jauh lebih dalam. Kata ini memuat filosofi tentang kesederhanaan, gotong royong, dan semangat kebersamaan, nilai-nilai yang perlahan mulai pudar di tengah derasnya arus modernitas.
Selama dua hari, 11–12 Oktober 2025, para peserta larut dalam rangkaian kegiatan yang sederhana namun penuh makna: makan bersama, panggung ekspresi, sharing session, hingga senam pagi. Tak ada sekat antara pengurus dan anggota, semua melebur dalam satu ruang yang hangat dan egaliter.
Belajar dari Alam dan Sesama
Di bawah langit malam Moncong Sipolong yang bertabur bintang, nyala api unggun menjadi saksi perjalanan ini. Tawa dan lagu kebersamaan menggema, menghidupkan ruh organisasi yang sesungguhnya bukan sekadar struktur dan jabatan, tetapi pertemuan hati dan semangat untuk tumbuh bersama.
Dalam suasana dingin itu, para kader belajar banyak hal: arti tanggung jawab, makna kemandirian, serta pentingnya empati terhadap sesama. “DPK Latenriruwa tidak hanya lahir di ruang diskusi atau kegiatan formal,” ungkap salah satu peserta, “tetapi juga tumbuh lewat momen-momen sederhana seperti ini.”
Amanah dan Pembelajaran
Ketua Umum DPK KEPMI BONE Latenriruwa, Arly Guliling Makkasau, menuturkan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari proses pembelajaran dan perjalanan organisasi.
“Saya tidak menganggap perjalanan ini sebagai dosa masa lalu, tetapi sebagai bagian dari proses pembelajaran dan tanggung jawab yang harus dijalani dengan lapang dada,” ujarnya.
“Amanah bukan sekadar jabatan, melainkan kepercayaan yang harus dijaga dan dikerjakan dengan sepenuh hati.”
Langkah Menuju Kedewasaan Organisasi
Lebih dari sekadar kegiatan tahunan, Makkemah menjadi simbol perjalanan batin dan kedewasaan organisasi. Dari kegiatan sederhana ini, tumbuh harapan baru: semoga kebersamaan yang terjalin menjadi pijakan menuju perbaikan ke depan.
“Kita tidak sedang mencari kesempurnaan,” lanjut Arly, “tetapi sedang belajar menjadi lebih matang dalam menjalankan tanggung jawab.”
Di Moncong Sipolong, di antara tenda-tenda yang berdiri tegak dan suara tawa yang menggema, Makkemah menjadi pengingat bahwa kebersamaan adalah rumah yang membuat setiap perjalanan organisasi tetap hidup, sederhana, hangat, dan penuh makna.




